ASKEP AMPUTASI
A. Pengertian
Amputasi adalah tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh.
B. Etiologi
Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :
1. Iskemia
karena penyakit reskularisasi perifer, biasanya pada orang tua, seperti
klien dengan artherosklerosis, Diabetes Mellitus.
2. Trauma
amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal injury
seperti terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets
disease dan kelainan kongenital.
C. Patofisiologi
Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh, dengan dua metode :
1. Metode terbuka (guillotine amputasi).
Metode ini
digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya
benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan luka
dapat ditutup setelah tidak terinfeksi.
2. Metode tertutup (flap amputasi)
Pada metode ini, kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang diamputasi.
3. Tidak semua amputasi dioperasi dengan terencana, klasifikasi yang lain adalah karena trauma amputasi.
D. Tingkatan Amputasi
1. Ekstremitas atas
Amputasi
pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi,
berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada
ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki
yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak amputasi yaitu :
a. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan inschemic limb.
b. Amputasi diatas lutut
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer.
3. Nekrosis.
Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila
tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
4. Kontraktur.
Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi
serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi
karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan.
5. Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.
6. Phantom
sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih
utuhnya ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi
dengan obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara
kombinasi.
E. Penatalaksanaan Amputasi
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.
Ada 2 cara perawatan post amputasi yaitu :
1. Rigid dressing
Yaitu dengan
menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada
waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus immobilisasi
atau tidak. Bila tidak diperlukan pemasangan segera dengan memperhatikan
jangan sampai menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada
ujung stump serta tempat-tempat tulang yang menonjol. Keuntungan cara ini bisa mencegah oedema, mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri.
Setelah
pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera,
mobilisasi setelah 7 – 10 hari post operasi setelah luka sembuh, setelah
2 – 3 minggu, setelah stump sembuh dan mature. Namun untuk mobilisasi
dengan rigid dressing ini dipertimbangkan juga faktor usia, kekuatan,
kecerdasan penderita, tersedianya perawat yang terampil, therapist dan
prosthetist serta kerelaan dan kemauan dokter bedah untuk melakukan
supervisi program perawatan. Rigid dressing dibuka pada hari ke 7 – 10
post operasi untuk melihat luka operasi atau bila ditemukan cast yang
kendor atau tanda-tanda infeksi lokal atau sistemik.
2. Soft dressing
Yaitu bila
ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril
yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup.
Harus diperhatikan penggunaan elastik verban jangan sampai menyebabkan
konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki
tempat tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump
tidak baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka
diganti balutan dan drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan
sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk
berdiri setelah kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada
hari ke 10 – 14 post operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita
diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.
F. Dampak Masalah Terhadap Sistem Tubuh.
Adapun pengaruhnya meliputi :
1. Kecepatan metabolisme
Jika
seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan
pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga
menurunkan kecepatan metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya
penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini
menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial
pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas
menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan
yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk
menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
3. Sistem respirasi
a. Penurunan kapasitas paru
Pada
klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot
intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai
inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
b. Perubahan perfusi setempat
Dalam
posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan
rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan
terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi
hipoksia.
c. Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat
immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan
sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan
mengganggu gerakan siliaris normal.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Peningkatan denyut nadi
Terjadi
sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan
mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada
pasien dengan immobilisasi.
b. Penurunan cardiac reserve
Dibawah
pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan
waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c. Orthostatik Hipotensi
Pada
keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana
anterior dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi
lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di
ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah
ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak
dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat
bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.
5. Sistem Muskuloskeletal
a. Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2
dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan
pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan
otot.
b. Atropi otot
Karena
adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan
fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis
otot.
c. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.
d. Osteoporosis
Terjadi
penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik
dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
6. Sistem Pencernaan
a. Anoreksia
Akibat
penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi
kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan
kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b. Konstipasi
Meningkatnya
jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus
menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon,
menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.
7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi
tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam
keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi,
pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
- Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
- Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat menyebabkan ISK.
8. Sistem integumen
Tirah baring
yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan
tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke
jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan
akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk
meningkatkan suplai darah.
G. Diagnosa Keperawatan
Untuk klien dengan amputasi diagnosa keperawatan yang lazim terjadi adalah :
1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.
2. Gangguan konsep diri ; body image berhubungan dengan perubahan fisik.
3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan otot.
4. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan kurangnya kemampuan dalam merawat diri.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
6. Potensial kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.
7. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.
H. Perencanaan
1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.
a. Tujuan :
· Jangka Panjang : Mobilisasi fisik terpenuhi.
· Jangka Pendek :
- Klien dapat menggerakkan anggota tubuhnya yang lainnya yang masih ada.
- Klien dapat merubah posisi dari posisi tidur ke posisi duduk.
- ROM, tonus dan kekuatan otot terpelihara.
- Klien dapat melakukan ambulasi.
b. Intervensi :
1.) Kaji ketidakmampuan bergerak klien yang diakibatkan oleh prosedur pengobatan dan catat persepsi klien terhadap immobilisasi.
Rasional : Dengan
mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak klien dan persepsi klien
terhadap immobilisasi akan dapat menemukan aktivitas mana saja yang
perlu dilakukan.
2.) Latih klien untuk menggerakkan anggota badan yang masih ada.
Rasional : Pergerakan dapat meningkatkan aliran darah ke otot, memelihara pergerakan sendi dan mencegah kontraktur, atropi.
3.) Tingkatkan ambulasi klien seperti mengajarkan menggunakan tongkat dan kursi roda.
Rasional : Dengan
ambulasi demikian klien dapat mengenal dan menggunakan alat-alat yang
perlu digunakan oleh klien dan juga untuk memenuhi aktivitas klien.
4.) Ganti posisi klien setiap 3 – 4 jam secara periodik
Rasional : Pergantian posisi setiap 3 – 4 jam dapat mencegah terjadinya kontraktur.
5.) Bantu klien mengganti posisi dari tidur ke duduk dan turun dari tempat tidur.
Rasional : Membantu klien untuk meningkatkan kemampuan dalam duduk dan turun dari tempat tidur.
2. Gangguan konsep diri ; body image berhubungan dengan perubahan fisik.
a. Tujuan :
· Jangka Panjang : Klien dapat menerima keadaan fisiknya.
· Jangka Pendek :
- Klien dapat meningkatkan body image dan harga dirinya.
- Klien dapat berperan serta aktif selama rehabilitasi dan self care.
3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan otot.
a. Tujuan :
· Jangka Panjang : Nyeri berkurang atau hilang
· Jangka Pendek :
- Ekspresi wajah klien tidak meringis kesakitan
- Klien menyatakan nyerinya berkurang
- Klien mampu beraktivitas tanpa mengeluh nyeri.
b. Intervensi :
1.) Tinggikan posisi stump
Rasional : Posisi stump lebih tinggi akan meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema dan nyeri.
2.) Evaluasi derajat nyeri, catat lokasi, karakteristik dan intensitasnya, catat perubahan tanda-tanda vital dan emosi.
Rasional : Merupakan intervensi monitoring yang efektif. Tingkat kegelisahan mempengaruhi persepsi reaksi nyeri.
3.) Berikan teknik penanganan stress seperti relaksasi, latihan nafas dalam atau massase dan distraksi.
Rasional : Distraksi
untuk mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri karena perhatian klien
dialihkan pada hal-hal lain, teknik relaksasi akan mengurangi
ketegangan pada otot yang menurunkan rangsang nyeri pada saraf-saraf
nyeri.
4.) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Analgetik
dapat meningkatkan ambang nyeri pada pusat nyeri di otak atau dapat
membloking rangsang nyeri sehingga tidak sampai ke susunan saraf pusat.
4. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan kurangnya kemampuan dalam merawat diri.
a. Tujuan :
· Jangka Panjang : Klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri.
· Jangka Pendek :
- Tubuh, mulut dan gigi bersih serta tidak berbau.
- Kuku pendek dan bersih.
- Rambut bersih dan rapih
- Pakaian, tempat tidur dan meja klien bersih dan rapih.
- Klien mengatakan merasa nyaman.
b. Intervensi :
1.) Bantu
klien dalam hal mandi dan gosok gigi dengan cara mendekatkan alat-alat
mandi, dan menyediakan air di pinggirnya, jika klien mampu.
Rasional : Dengan
menyediakan air dan mendekatkan alat-alat mandi maka akan mendorong
kemandirian klien dalam hal perawatan dan melakukan aktivitas.
2.) Bantu klien dalam mencuci rambut dan potong kuku.
Rasional : Dengan membantu klien dalam mencuci rambut dan memotong kuku maka kebersihan rambut dan kuku terpenuhi.
3.) Anjurkan klien untuk senantiasa merapikan rambut dan mengganti pakaiannya setiap hari.
Rasional : Dengan membersihkan dan merapihkan lingkungan akan memberikan rasa nyaman klien.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
a. Tujuan :
· Jangka Panjang : Klien dapat sembuh tanpa komplikasi seperti infeksi.
· Jangka Pendek :
- Kulit bersih dan kelembaban cukup.
- Kulit tidak berwarna merah.
- Kulit pada bokong tidak terasa ngilu.
b. Intervensi :
1.) Kerjasama dengan keluarga untuk selalu menyediakan sabun mandi saat mandi.
Rasional : Sabun mengandung antiseptik yang dapat menghilangkan kuman dan kotoran pada kulit sehingga kulit bersih dan tetap lembab.
2.) Pelihara kebersihan dan kerapihan alat tenun setiap hari.
Rasional : Alat tenun yang bersih dan rapih mengurangi resiko kerusakan kulit dan mencegah masuknya mikroorganisme.
3.) Anjurkan pada klien untuk merubah posisi tidurnya setiap 3 – 4 jam sekali
Rasional : Untuk mencegah penekanan yang terlalu lama yang dapat menyebabkan iritasi.
6. Resiko tinggi terhadap kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.
a. Tujuan :
· Jangka Panjang : Kontraktur tidak terjadi.
· Jangka Pendek :
- Klien dapat melakukan latihan rentang gerak.
- Setiap persendian dapat digerakkan dengan baik.
- Tidak terjadi tanda-tanda kontraktur seperti kaku pada persendian.
b. Intervensi :
1.) Pertahankan
peningkatan kontinyu dari puntung selama 24 – 48 jam sesuai pesanan.
Jangan menekuk lutut, tempat tidur atau menempatkan bantal dibawah sisa
tungkai, tinggikan kaku tempat tidur melalui blok untuk meninggikan
puntung.
Rasional : Peninggian menurunkan edema dan menurunkan resiko kontraktur fleksi dari panggul.
2.) Tempatkan
klien pada posisi telungkup selama 30 menit 3 – 4 kali setiap hari
setelah periode yang ditentukan dari peninggian kontinyu.
Rasional : Otot normalnya berkontraksi waktu dipotong. Posisi telungkup membantu mempertahankan tungkai sisa pada ekstensi penuh.
3.) Tempatkan rol trokanter disamping paha untuk mempertahankan tungkai adduksi.
Rasional : Kontraktur adduksi dapat terjadi karena otot fleksor lebih kuat dari pada otot ekstensor.
4.) Mulai
latihan rentang gerak pada puntung 2 – 3 kali sehari mulai pada hari
pertama pasca operasi. Konsul terapist fisik untuk latihan yang tepat.
Rasional : Latihan rentang gerak membantu mempertahankan fleksibilitas dan tonus otot.
7. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.
a. Tujuan :
· Jangka Panjang : Infeksi tidak terjadi
· Jangka Pendek :
- Luka bersih dan kering
- Daerah sekitar luka tidak kemerahan dan tidak bengkak.
- Tanda-tanda vital normal
- Nilai leukosit normal (5000 – 10.000/mm3)
b. Intervensi :
1.) Observasi keadaan luka
Rasional : Untuk memonitor bila ada tanda-tanda infeksi sehingga akan cepat ditanggulangi.
2.) Gunakan teknik aseptik dan antiseptik dalam melakukan setiap tindakan keperawatan
Rasional : Tehnik aseptik dan antiseptik untuk mencegah pertumbuhan atau membunuh kuman sehingga infeksi tidak terjadi.
3.) Ganti balutan 2 kali sehari dengan alat yang steril.
Rasional : Mengganti
balutan untuk menjaga agar luka tetap bersih dan dengan menggunakan
peralatan yang steril agar luka tidak terkontaminasi oleh kuman dari
luar.
4.) Monitor LED
Rasional : Memonitor LED untuk mengetahui adanya leukositosis yang merupakan tanda-tanda infeksi.
5.) Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi dan penurunan tekanan darah merupakan salah satu terjadinya infeksi
Sumber:
1. Asep Setiawan, SKp, et all, Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
2. Schwartz Stures dan Spencer, Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah,
0 komentar:
Posting Komentar